Masa depan Android sepertinya bakal berubah total setelah Google dikenai denda 73,3 triliun rupiah, karena dianggap melakukan praktek ilegal oleh European Comission.
Tetapi kenapa strategi Android dianggap ilegal dan melanggar aturan antitrust? Di video ini bakal DroidPoin jabarkan alasannya.
NB: Subscribe channel Kepoin Tekno untuk tips dan info menarik teknologi setiap hari
Buat kamu yang lebih suka membaca daripada menonton video, berikut ini DroidPoin sertakan versi artikel kenapa strategi Android dianggap ilegal oleh European Comission.
Sebelum membahas kenapa strategi Android dianggap ilegal, kita perlu pahami dulu apa sebenarnya aturan anti-trust.
Jadi antitrust law atau competition law atau aturan anti-monopoli merupakan aturan dagang yang melarang upaya monopoli dan persaingan tidak sehat dalam berkompetisi. Hampir semua negara punya hukum anti-monopoli ini, termasuk Indonesia. Dan Google, diklaim oleh European Comission telah melanggar aturan antitrust Uni Eropa.
Praktek Google dianggap ilegal, karena memanfaatkan dominasi Android untuk mendominasi produk Google lain seperti Google Search, Google Chrome, Play Store, dsb. Sehingga dianggap sebagai upaya monopoli, tidak fair terhadap kompetitor, dan bersaing secara tidak sehat.
Jadi apa yang sebenarnya dilakukan oleh Google sehingga dianggap melanggar anturan anti trust ini?
1. Bundling Paksa
Pertama adalah bundling paksa. Android merupakan sistem operasi mobile paling populer dan paling dominan saat ini dengan 85 persen marketshare.
Dan 90 persen aplikasi didownload pengguna Android dari Google Play Store. Jadi kecuali di Tiongkok, Play Store ini menjadi aplikasi wajib yang pasti disertakan produsen smartphone Android kalo pengen produknya laku.
Masalahnya, Google punya aturan mengikat jika produsen ingin menyertakan Google Play Store di device Android mereka maka harus dibundling dengan produk Google lain seperti Google Chrome, Gmail, Google Search, dsb.
2. Bayar Insentif
Kedua, Google membayar insentif ke beberapa manufaktur dan operator besar untuk secara eksklusif membundling aplikasi Google Search di perangkat Android. Seperti di Pixel dan Android One misalnya, swipe ke kanan maka kamu akan mendapati Google Search dan Google Feed.
3. Membatasi Fork Android
Ketiga, meskipun Android ini merupakan open source, tetapi Google Apps dan Google Service adalah closed source. Terkait hal ini Google punya aturan ketat kalo ada manufaktur yang menjual device dengan OS custom Android atau fork Android Google melarang manufaktur menyertakan Google Apps. Contohnya saja di Amazon Fire OS tablet Amazon harus membuat sendiri tidak hanya app store saja, tapi juga Maps API, In-app purchasing API, dan sebagainya yang tentu membuat manufaktur berpikir dua kali untuk merilis perangkat fork Android.
Aturan-aturan itulah yang kalo kamu perhatikan, membuat adanya duplicate apps di berbagai perangkat Android. Misalnya saja Samsung, sudah punya Gallery bawaan tapi tetap menyertakan Google Photos, sudah ada aplikasi mail, tapi menyertakan Gmail, dst. Karena bundling Google Apps merupakan syarat kalau Samsung ingin menyertakan Google Play di perangkat mereka.
Aturan ini juga yang membuat custom ROM tidak diperbolehkan menyertakan Play Store dan Google Apps secara default tapi kamu harus menginstallnya sendiri. Dan tidak banyak manufaktur memproduksi smartphone dengan custom ROM Android karena kalau mereka melakukannya, maka Google Play, Google Apps, dan berbagai Google Services lain tidak boleh disertakan yang tentunya selain beresiko tidak laku, juga menghabiskan biaya produksi yang besar.
Praktek inilah yang oleh European Comission, dianggap sebagai praktek ilegal, persaingan tidak sehat, dan melanggar aturan antitrust hingga denda 73,3 triliun rupiah diberlakukan kepada Google.
European Commision memberi waktu 90 hari kepada Google untuk membayar denda tersebut, menghentikan praktek yang dianggap ilegal seperti memaksa bundling Google Apps sebagai syarat akses ke Google Play, dan mempersulit manufaktur menjual device fork Android.
Google menegaskan bahwa mereka akan melakukan banding atas keputusan European Commission ini. Dan menarik untuk kita lihat seperti apa endingnya nanti. Tetapi yang jelas hal ini bakal berimbas pada perubahan besar-besaran di Android, dan sangat mungkin mempengaruhi masa depan dari Android One.
Saya sendiri sebagai konsumen tidak merasa dirugikan dengan adanya bundling Google Apps di Android dan dengan adanya Android One, karena memang Google sebenarnya sudah berhasil membuat kondisi dimana experience Android tanpa Google Apps tidaklah lengkap. Tetapi aturan tetaplah aturan, dan strategi Google ini memang sangat mengikat manufaktur dan merugikan kompetitor. Terbukti bagaimana Microsoft tidak berhasil mempertahankan Windows 10 Mobile, BlackBerry juga akhirnya harus menyerah dengan BB OS dan akhirnya ikut memakai Android, sedangkan Amazon Fire OS juga sulit berkembang pesat.
Tulis di kolom komentar kalo kamu ada pendapat seputar kasus Google ini termasuk juga pendapat tentang masa depan Android One. Dan berbagai pertanyaan juga bisa kamu sampaikan di kolom komentar.
Semoga penjelasan ini menjawab rasa penasaran kamu kenapa kok strategi Android dianggap ilegal oleh European Commission.